kyai semar bodronoyo

Jumat, 14 Juni 2013

KYAI SEMAR BODRONOYO

Kyai Semar Bodronoyo

Salah satu tokoh wayang yang paling banyak digemari dalam masyarakat Jawa adalah Semar. Dalam mitologi Jawa, semar adalah seorang pemimpin yang sering dipuja karena keberhasilannya dalam memajukan bangsa. Tokoh ini banyak dijadikan sebagai simbol seorang pemimpin yang ideal, yang memiliki sifat rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa , mengurangi makan dan tidur, dan laku lainnya. Hal ini menarik karena sifat-sifat manusia dalam mitologi Jawa sering kali disimbolkan dengan sifat dan watak dari tokoh-tokoh dalam dunia pewayangan, bahwa apa yang terjadi di dunia pewayangan akan terjadi pula di dunia nyata ini, seolah apa yang dilakonkan dalam cerita wayang, menggambarkan keadaan yang nyata baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Dalam kenyataan hidup, semar merupakan lambang yang memberi petunjuk mengenai hidup, kehidupan dan masalahnya. Petunjuk-petunjuk semar sedehana, karena dia seorang pembantu atau abdi , tetapi karena tokoh semar ini baik hati dan penasehat para Pandhawa yang bijaksana, para hadirin yang menonton wayang wajib memperhatikan nasehat dan ajaran semar serta petunjuknya, yang selama ini dianggap sebagai contoh dan teladan orang Jawa.
Oleh karena itu, menurut Niels Mulder (1996) ajaran-ajaran Jawa penuh dengan simbolisme dan ilmu rahasia ( ngelmu ) yang memacu angan-angan dan renungam mitologi wayang purwa yang diilhami oleh cerita Mahabharata , kehidupan dunia nampak hanya merupakan pencerminan semata, suatu bayangan dari kebenaran dan kejadian-kejadian yang lebih tinggi.
Dalam pembahasan akan dipapar lebih lanjut mengenai tokoh semar dalam mitologi Jawa dilihat dari konsep kepemimpinan dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Jawa pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal". Sedang tangan kirinya bermakna "berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik".
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Isalam di tanah Jawa.

Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual . Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Semar itu lambang gelap gulita, lambang misteri, ketidaktahuan mutlak, yang dalam beberapa ajaran mistik sering disebut-sebut sebagai ketidaktahuan kita mengenai Tuhan.
Konon Kaki Semar adalah Kakek moyang yg pertama dan digambarkan sebagai perwujudan dari orang Jawa yg pertama. Karena mendapat "tugas khusus" dari Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan YME), maka Kaki Semar memiliki kemungkinan untuk terus hadir dgn keberadaan pada setiap saat, kepada siapa saja dan kapan saja menurut apa yg dikehendaki.

Semar Badranaya adalah tokoh punakawan yang dalam wayang Jawa memiliki peran yang lebih utama daripada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India ). Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia . Mereka melambangkan sifat manusia. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasehat para ksatria, penghibur, kritisi social, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri atas Sema r, Garen g, Bagon g dan Petruk .
Di dalam wayang kulit, semar adalah pembantu Pandhawa, tetapi dia sangat dihormati oleh tuannya. Semar biasanya dimintai nasehat oleh Pandhawa dalam mengambil keputusan mengenai masalah yang dianggap gawat dan mendesak. Sebagai punakawan yang tertua, semar tidak punya keinginan memegang kekuasaan duniawi sebagaimana halnya kebanyakan manusia. Hal ini dikarenakan kekuasaan umumnya dapat mengubah watak, situasi sekaligus dapat mencelakakan. Semar dapat mencapai tujuannya secara efektif dengan cara memberi contoh, sebagai metode pengajarannya tanpa bermaksud mengusai orang lain atau harta benda. Masyarakat Jawa percaya bahwa semar adalah turunan dari satu dewa dalam mitos yang paling berkuasa.
Sebagai tokoh wayang yang memiliki banyak keunggulan sifat pribadi, banyak masyarakat Jawa yang tetarik dengan dunia wayang, menjadikan semar sebagai sosok ideal yang patut dijadikan panutan dalam menjalani hidup sehari-hari. Kehadiran semar dalam kehidupan nyata ini sering ditunggu-tunggu mengingat kondisi negara saat ini yang semakin kacau, kesengsaran dan penindasan oleh kaum kuat terhadap yang lemah semakin merajalela, moral dan etika tidak lagi diindahkan, para pemimpin yang hanya memikirkan kekayaan pribadi tanpa peduli dengan keadaan rakyatnya yang semakin tertindas dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Dunia pewayangan melukiskan situasi tersebut sebagai penanda akan hadirnya tokoh semar, seorang dewa yang turun dari langit untuk menyelamatkan manusia (Abdul Munir Mulkan, 2005). 

Mitos Asal Usul Semar
Tuti Sumukti (2005:20) mengatakan ada dua versi utama yang menceritakan asal-usul semar. Pertama, langit dan bumi yang dikuasai oleh Sang Hyang Wenang , mempunyai anak bernama Sang Hyang Tunggal . Sang Hyang Tunggal ini mempunyai istri bernama Dewi Rekawati , putri kepiting raksasa yang bernama Rekatama. Pada suatu hari Dewi Rekawati bertelur dan seketika itu telur itu terbang ke langit menuju ke hadapan Sang Hyang Wenang . Telur itu menetas sendiri kemudian muncul tiga makhluk yang berasal dari kulit telur, putih telur dan kuning telur. Makhluk yang berasal dari kulit telur dinamai Tejamantri , dari putih telur adalah Ismaya dan yang dari kuning telur itu Manikmaya.
Pada suatu hari mereka terlibat pertengkaran karena mempermasalahkan siapa yang akan menggantikan kedudukan ayahnya kelak, sebagai penguasa. Manikmaya menyarankan agar diadakan pertandingan menelan gunung dan memuntahkannya kembali. Tejamantri , melakukannya lebih dulu, tetapi gagal. Kemudian Ismaya , dia dapat menelannya, tetapi tidak berhasil memuntahkannya kembali. Kejadian ini menyebabkan terjadinya Goro-Goro atau bencana. Goro-goro ini menyebabkan Sang Hyang Wenang turun tangan dan mengambil keputusan bahwa pada waktunya Manikmaya akan menjadi raja para dewa, penguasa kahyangan dan akan mempunyai keturunan yang menjadi penduduk bumi. Sementara Tejamantri dan Ismaya harus turun ke bumi untuk memelihara keturunan Manikmaya . Keduanya boleh menghadap Sang Hyang Wenang jika Manikmaya bertindak tidak adil. Sejak saat itu nama mereka diganti, Tejamantri menjadi Togog , Ismaya dinamakan Semar dan Manikmaya menjadi Bathara Guru . Karena sebuah gunung pernah ditelannya bentuk tubuh semar menjadi besar, gemuk dan bundar.
Versi kedua, bahwa sebutir telur yang dipegang Sang Hyang Wenang menetas sendiri dan tampaklah langit, bumi dan cahaya atau teja serta dua makhluk anthropomorphis, Manik dan Maya . Versi pertama dan kedua bila dibandingkan akan ada persamaan, Ismaya dari versi pertama dan Maya dari versi kedua terjadi dari putih telur. Manikmaya dan Manik merupakan transformasi dari kuning telur dan keduanya menjadi raja para dewa di surga. Dalam kedua versi tersebut Manikmaya dan Manik menjadi Bathara Guru , yang keturunannya tersebar di surga dan bumi, sedangkan Ismaya dan Maya dinamakan Semar dan dijadikan pelindung bumi. Jelas disini bahwa semar adalah tokoh dominan di alam semesta dan sebagai pelindung bumi yang erat kaitannya dengan penduduk bumi. 

Penggambaran Tokoh Semar
Menurut Herjaka semar dalam bahasa Jawa disebut dempel = keteguhan jiwa . Rambut semar berbentuk seperti kuncung yang bermakna akuning sang kuncung , yaitu sebagai kepribadian pelayan yang mengejawantah untuk melayani manusia.
Dia tidak laki-laki dan bukan perempuan, tangan kanannya ke atas mempunyai makna bahwa sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan symbol Sang Maha Tunggal . Sedangkan tangan kirinya ke belakang mengandung makna berserah total dan mutlak serta sekaligus symbol kemuliaan yang netral namun simpatik.
Penggambaran bentuk fisik semar tidak mudah ditebak. Wajahnya adalah wajah laki-laki, tapi badannya seperti perempuan dengan perut dan dada besar. Rambutnya putih dan memiliki kerutan di wajah yang menandakan dia telah lanjut usia, tetapi potongan rambutnya kuncung sepeti anak-anak. Bibirnya tersenyum tetapi matanya selalu mengeluarkan air mata. Semar menggunakan kain sarung kawung seperti yang digunakan para abdi.
Penggambaran bentuk yang demikian menjadikan semar sebagai sosok yang sarat misteri dan juga simbol kesempurnaan hidup. Tubuh semar tersimpan karakter wanita, laki-laki, anak-anak, orang tua, ekspresi gembira dan sedih bercampur menjadi satu.melihat genealogi semacam itu, semar selalu hadir dalam setiap lakon wayang dan kehadirannya sangat dinanti para penggemarnya. Meskipun dia seorang abdi , rakyat jelata, buruk rupa, miskin, hitam legam namun dibalik wujud lahirnya tersebut tersimpan sifat-sifat mulia, yakni mengayomi, mampu menyelesaikan masalah, sabar, dan bijaksana. 

Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Masalah pemimpin dan kepemimpinan merupakan masalah sosial. Pemimpin tidak akan muncul tanpa adanya masyarakat, pemimpin tidak dapat disebut pemimpin tanpa adanya kelompok individu sebagai bawahannya. Manusia merupakan topik sentral mengenai permasalahan dan tujuan ilmu-ilmu kepemimpinan, khususnya mengenai ketertiban, keselarasan, keteraturan dan ketrentaman hidupnya. Fungsi seorang pemimpin untuk menjaga terlaksananya suatu peraturan yang berlaku sering terjadi meskipun telah dibuat suatu peraturan jika tanpa pengarahan dan petunjuk yang benar dari orang-orang yang lebih tahu (pemimpin), pelaksanaan peraturan itu justru akan menimbulkan permasalahan baru
Seorang pemimpin dapat dilihat dari kemampuannya mewujudkan cita-cita kelompok, kemampuannya untuk berkomunikasi dengan lingkungan juga kemampuan menangkap dan menjabarkan kebudayan yang melingkupi kehidupannya. Pemimpin merupakan figur multidimensi, dimana ia hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat sekaligus ketua kelompok. Ia selalu berkepentingan dengan keadaan dan kejadian dalam lingkungannya.
Thomas Aquinas mengatakan bahwa seorang penguasa (pemimpin) negara mempunyai kewajiban terhadap rakyat yang dikuasainya. Tugas penguasa negara yang utama adalah mengusahakan kesejahteraan dan kebajikan hidup bersama. Untuk itu pengusa negara dituntut untuk memungkinkan rakyat memenuhi kebutuhan materialnya, diantaranya kebutuhan sandang pangan. (Ahmad Suhelmi, 2001:100)
Alfred Mc. Lunglee seperti yang dikutip oleh Jarmono (1983), merumuskan pengertian kepemimpinan, bahwa seorang pemimpin ialah seorang yang memiliki status kepemimpinan, suatu posisi penguasaan atau pengendalian yang membudaya di dalam kelompok masyarakat. Menjadi simbol suatu gerakan yang memahami dengan benar akan dirinya sendiri secara internal dan eksternal yang mempunyai peranan sebagai juru bicara kelompoknya. Memiliki sedikit pengikut atau tidak mempunyai pengikut secara langsung, tetapi yang meletakkan jalan dikemudian hari akan dilalui atau diikuti orang lain. 

Konsep Kepemimpinan Ideal Ala Semar
1. Manunggaling Kawula Gusti
Dalam ilmu politik, semar dapat dijadikan sebuah pengejawantahan dari ungkapan Jawa tentang kekuasaan, yaitu Manunggaling kawula-Gusti (kesatuan hamba-Raja). Semar diantara punakawan adalah guru, sesepuh dan pemimpin mereka. Dalam hubungannya dengan Arjuna salah satu dari Pandhawa, semar juga abdi (pelayan). Pelayan disini dapat disamakan dengan ‘pembantu' tetapi bantuan yang diberikan semar lebih bersifat abstrak. Bantuan abstrak yang diberikan semar adalah berupa ajaran. Arjuna dan Semar bersama-sama melambangkan (satuan) yang berupa ‘manusia', Arjuna sebagai pribadi sedangkan semar sebagai pikiran dan kesadarannya. (Tuti Sumukti, 2005:93) Tidak dapat dipisahkannya antara Arjuna dan para punakawan terutama semar ini melembangkan konsep Jawa tentang manunggaling kawula-gusti . Bahwa seorang raja (gusti) dengan mengikuti hukum harus pasrah atau menyerahkan diri pada ajaran tersebut. Dengan cara ini raja dapat mengajar rakyatnya (kawula) dengan memberi contoh menurut hukum yang berlaku.
Selo Soemardjan, yang dikutip oleh Tuti Sumukti (2005: 93-94) menerjemahkan mengenai salah satu cerita dalam lakon wayang yang berjudul Wahyu Tejamaya :
Meskipun raja memegang kekuasaan tertinggi atas rakyatnya, dia harus selalu ingat bahwa dia satu-satunya penghubung, yang sangat berpengaruh diantara kerajaannnya dan dunia (kekuatan) gaib. Dia tidak dapat lepas dari salah satu dari mereka, dan tidak bisa berselisih dengan mereka juga. Nama yang dipakai oleh Sultan Yogyakarta yang pertama mencerminkan kewajiban yang disadari karena kedudukannya yang penting itu. Sebagai pangeran , dia diberi gelar “ Mangkubumi ”, yang artinya memangku dunia ini. Tetapi sebagai sultan atau raja, dia memakai gelar Hamengkubuwono , orang yang melindungi alam semesta. Nama ini memberi tanda kewajiban raja yang utama, yaitu menyatukan kerajaannya dengan alam semesta dengan perantaraan dirinya. Dengan tekanan pada kewajiban utama ini, pertimbangan terpenting kenegaraan ada pada tercapainya persatuan antara kawula atau rakyat dan rajanya yang disebut manunggaling kawula-gusti . Dalam aspek mistiknya, konsep ini bermakna persatuan antara alam gaib dan manusia dan juga persatuan antara manusia dan penciptanya. Konsep persatuan yang harus dicapai dan merupakan kewajiban utama raja ini, disertai dengan adanya nilai-nilai sosial yang diikuti para kawula . Tujuan utama dalam hidup para kawula adalah tercapainya persatuan tersebut diatas. Pada tingkat perseorangan, sesorang dapat bersatu dengan kekuatan alam gaib dengan menyerahkan diri atau pasrah pada ajaran seorang guru, tetapi untuk pemerintahan (kerajaan) dan masyarakat seluruhnya, satu-satunya perantara adalah raja.
Seorang pemimpin sebesar bangsa Indonesia seharusnya dapat memadukan antara atas dan bawah, pemimpin dan yang dipimpin, yang diberi kekuasaan dan yang menjadi sasaran kekuasaan, kepentingan hukum negara dan kepentingan objek hukum. Hukum-hukum negara yang baik belum tentu berakibat baik, jika yang dari atas itu tidak disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi rakyat, seperti dalam ajaran manunggaling kawula-gusti .
Semar menghormati rakyat jelata lebih dari menghormati para dewa pemimpin. Badan, karakter dan kualitasnya adalah tingkat tinggi, tetapi perwujudannya sangat merakyat. Semar mudah menangis ketika melihat penderitaan manusia yang di abdi nya, itulah sebabnya wayang semar matanya selalu berair. Semar lebih mampu menangisi orang lain daripada menangisi dirinya sendiri. Semar sudah tidak peduli dan tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi hanya memikirkan penderitaan orang lain. Semar sebagai keturunan dewa seharusnya menguasai ‘dunia atas' dan menguasi segalanya, tetapi ia memilih hanya menjadi abdi, tidak kaya dan tidak berkuasa.
Cerminan seorang pemimpin yang baik melihat yang dipimpinnya tidak dari atas singgasana yang terpisah, tetapi melihat dari sudut pandang rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin sejati itu menurut filsafat semar adalah bersifat paradoks. Seorang pemimpin adalah seorang majikan sekaligus pelayan, kaya tetapi tidak terikat dengan kekayaannya, tegas dalam keadilan untuk memutuskan mana yang benar dan yang salah. Ajaran tua tentang kekuasaan politik bersumber dari Hastabrata dan dimitoskan dalam diri semar. 

2. Pengaruh Konsep Kepemimpinan Semar dalam Kehidupan Masyarakat
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di Jawa.
Figure punakawan khususnya semar dapat dijadikan sebagai figur pemimpin yang sejati dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pengertian punakawan. Punakawan secara lahiriah adalah sebagai symbol atau suatu pola terstruktur dari ‘pembantu pimpinan' yang sangat ideal. Kata punakawan menurut pedalangan berasal dari kata pono , yang artinya cerdik, cermat dalam pengamatan dan kata kawan = teman. Punakawan berarti teman atau pamong yang sangat cerdik, dapat dipercaya serta mempunyai pandangan yang luas dan pengamatan yang tajam serta cermat. Punakawan itu adalah abdi (bukan pelayan). Abdi itu hendaknya memiliki watak bijaksana, dapat dipercaya, jujur, panjang nalar dan tenang serta berani menghadapi segala situasi dan perasaan, baik yang sederhana maupun yang rumit.
Kehadiran semar dalam kehidupan nyata ini sering ditunggu-tunggu mengingat kondisi negara saat ini yang semakin kacau, kesengsaran dan penindasan oleh kaum kuat terhadap yang lemah semakin merajalela, moral dan etika tidak lagi diindahkan, para pemimpin yang hanya memikirkan kekayaan pribadi tanpa peduli dengan keadaan rakyatnya yang semakin tertindas dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Sebagai simbol kearifan dalam dunia wayang, semar adalah dewa yang menyamar sebagai orang kecil untuk mengembalikan perdamaian saat Negara dalam keadaan gawat. Nampaknya hal ini menjadikan banyak masyarakat atau segelintir orang yang masih peduli dengan kelangsungan hidup negara ini mendambakan sosok semar yang menjelma dalam kehidupan real saat ini, yang mampu menyelamatkan bangsa dari berbagai krisis multidimensi yang sedang melanda bangsa Indonesia. Terlebih lagi dalam agama Islam juga diajarkan bahwa akan ada seorang Al-Mahdi yang diturunkan Tuhan sebagai sang pembebas. 

KESIMPULAN
Figur pewayangan yang selalu dijadikan panutan, semar yang memiliki kelebihan-kelebihan tokoh punakawan yang menjadi dewa penyelamat bagi kekacauan sebuah Negara. Penjelmaan dari seorang Batara yang mau menjadi abdi atau pembantu dari para Raja dan Ksatria.
Pertunjukan wayang kulit telah menjadi salah satu wahana terpenting untuk menyampaikan berita dan ajaran yang bersifat kebudayaan kepada masyarakat Jawa khususnya. Melalui cara ini mereka belajar membedakan nilai-nilai positif dan negatif. Dalam cerita wayang, sosok semar mencerminkan tingkah laku yang terpuji dalam menyelesaikan msalah lingkungan yang mencakup pertimbangan kebudayaan. Perbuatan semar yang dalam pembahasan ini mengenai bagaimana seorang pemimpin seharusnya bertindak menunjukkan adanya bimbingan berdasarkan konsep-konsep dan kepercayaan orang Jawa, yang membawa kearah dan tujuan yang rasional. Putusan semar dapat diterima oleh semua pihak.
Di jaman yang menurut Ronggowarsito adalah jaman edan ini, terasa relevan kini, ketika perilaku menyimpang menjadi jalan legal untuk memperoleh kekuasaan dan meraih kekayaan, sementara banyak rakyat kecil yang merasa tertindas dengan keadaan yang semakin tidak menentu, harga-harga barang kebutuhan menjadi mahal sementara perbaikan nasib yang dijanjikan para pemimpin tak kunjung terwujud. Dunia pewayangan melukiskan situasi tersebut sebagai penanda akan hadirnya semar, seorang dewa yang bertugas sebagai penyelamat jaman.
Semar memang ada dalam dunia mitologi, tapi yang penting bagaimana mitos itu menjadi kesadaran budaya dan politik sebagai referensi seluruh dinamika kehidupan sebuah bangsa. Meskipun Negara ini seolah membutuhkan kehadiran seorang semar yang bisa menyelamatkan negara dari keterpurukan yang berkepanjangan, akan tetapi para pemimpin dan rakyat tidak hanya berpangku tangan dan berdiam diri saja menanti kehadiran semar dalam kehidupan nyata tapi hendaknya berusaha memperbaiki diri dengan kembali kepada ajaran agama dan hukum serta norma yang berlaku di masyarakat dengan diawali dari diri pribadi masing-masing. 

Salah satu ajaran hidup dari Kaki Semar:

I. Gusti Kang Murbeng Dumadi
Masyarkat Jawa sudah mengenal suatu kekuatan yang maha dengan Nama Gusti Kang Murbeng Dumadi jauh sebelum agama masuk ke tanah Jawa dan sampai ke tradisi saat ini yang dikenal dengan Kejawen yang merupakan “Tatanan Paugeraning Urip” atau Tatanan berdasarkan dengan Budi Perkerti Luhur.
Keyakinan dalam masyarakat mengenai konsep Ketuhanan adalah berdasarkan sesuatu yang Riil atau “Kesunyatan” yang kemudian di realisasikan dalam peri kehidupan sehari hari dan aturan positip agar masyarakat Jawa dapat hidup dengan baik dan bertanggung jawab.
Mengenai Sang Murbeng Dumadi, Kaki Semar mengatakan “Gusti Kang Murbeng Dumadi ing ngendi papan tetep siji, amergane thukule kepercayaan lan agomo soko kahanan,jaman,bongso lan budoyo kang bedo-bedo. Kang Murbeng Dumadi iso maujud opo wae ananging mewujudan iku dede Gusti Kang Murbeng Dumadi” atau dengan kata lain “ Tuhan Yang Maha Esa itu di sembah di junjung oleh semua manusia tanpa kecuali.oelh semua agama dan kepercayaan.Sejatinya Tuhan Yang Maha Esa itu Satu dan tak ada yang Lain. Yang membedakanya hanya cara menyembaah dan memujanya dimana hal tersebut terjadi karena munculnya agama dan kebudayaan dari jaman, waktu atau bangsa yang berbeda beda…”

Tiga hal yang mendasari Masyarakat Jawa mengenai Konsep Ketuhanan yaitu :
1. Kita Bisa Hidup karena ada yang meghidupkan, yang memberi hidup dan menghidupkan kita adalah Gusti Kang Murbeng Dumadi atau Tuhan Yang Maha Esa.

2. Hendaknya dalam hidup ini kita berpegang pada “Rasa” yaitu dikenal dengan “Tepo seliro” artinya bila kita meraa sakit di cubit maka hendaklah jangan mencubit orang lain.

3. Dalam kehidupan ini jangan suka memaksakan kehendak kepada orang lain “Ojo Seneng Mekso” seperti apa bila kita memiliki suatupakaian yang sangat cocok dengan kita, belum tentu baju itu akan sangat cocok dengan orang lain.

Kaki Semar memberikan piwulangnya mengenai konsep dasar penghayatan Mahluk Kepada Khaliknya yaitu Manusia harus mengehathui Tujuh Sifat Kang Murbeng Dumadi.

1. Tuhan Itu Satu , Esa dan tak ada yang lain, dalam bahasa jawa di sebut “ Gusti Kang Murbeng Dumadi”
2. Tuhan itu bisa mewujud apa saja , tetapi pewujudan itu bukanlah Tuhan.”Ananging wewujudan iku dede Gusti “ yang artinya “ yang berwujud itu adalah Karya Allah.
3. Tuhan Itu ada dimana-mana.”Dadi Ojo Salah Panopo,Mulo nang ngendi papan uga ono Gusti “ maksudnya walau Tuhan ada dimana mana, Tuhan satu juga “Nang awakm ugo ono Gusti” maksudnya manusia itu dalam lingkupan Tuhan secara jiwa dan raga.Tuhan ada dalam dirinya tetapi manusia tak merasakanya dengan panca indra, hanya dapat di rasakan dengan “Roso” bahwa dia ada.”Ananging ojo sepisan pisan awakmu ngaku-aku Gusti”maksudnya manusia harus sadar jiwa dan raga ini hanyalah Karya Allah, walaupun DIA ada dalam Manusia tetapi jangan sekali kali manusia mengaku DIA.
4. Tuhan Itu Langgeng, Tuhan Itu Abadi.dari masal dahulu, sekarang, esok dan sampai seterusnya Tuhan, Gusti Kang Murbeng Dumadi tetaplah Tuhan dan tak akan berubah.
5. Tuhan Itu tidak Tidur “ Gusti Kang Murbeng Dumadi ora nyare” maksudnya Tuhan itu mengetahui segalanya dan semuanya, tak ada satupun kata hilaf dan lalai.
6. Tuhan itu Maha Pengasih, Tuhan Itu Maha Penyayang.maksudnya Tuhan itu maha adil tak membeda bedakan kepada mahluknya, siapa yang berusaha dia yang akan mendapatkan.
7. Tuhan Itu Esa dan Maha Kuasa, apa yang di putuskannya tak ada yang dapat menolaknya,

Dengan menyadari hal tersebut manusia di harapkan :

1. “Manungso urip ngunduh wohe pakertine dhewe dhewe” maksudnya manusia kaa menerima paa yang dia tanam, bila baik yang di tanam, maka yang baiklah akan dia terima.
2. Manusia hidup pada saat ini adalah hasil / proses dari hidup sebelumnya.atau”manungso urip tumimbal soko biyen,nek percoyo marang tumimbal” ada petuah yang mengatakan “ Apabila kamu hendak melihat hidupmu kelak, maka lihat lah hidupmu sekarang, bila hendak melihat hidupmu yang lalu, maka lihatlah hidupmu sekarang”
3. “Manungso urip nggowo apese dhewe dhewe” maksudnya agar kita menghilangkan sifat iri,dengki,tamak, sombong sebab saat mati tak ada sifat duniawi tersebut dibawa dan mengntungkan kita.
4. Manusia tak akan mengerti Rahasia Tuhan, “Ati lan pikiran manungso ora bakal iso mangerteni kabeh rencananing Gusti Kang Murbeng Dumadi:”maka Manusia hiduplah “sak madyo” dan tak perlu “nggege mongso”.ada petuha mengatakan “ Hiduplah dengan usaha, tapi janganlah dengan harapan, karena bila gagal maka yang merasakan diri kita juga”

Maka dalam hal ini Kaki semar menganjurkan Manusia memohon dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Esa dengan”Eling lan Percoyo,Sumarah lan seumeleh lan mituhu” kepada Tuhan Yang Maha Esa.

1. Sumarah : Berserah, Pasrah, Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan sumarah ,manusia di harapkan percaya dan yakin akan kasih saying dan kekuasaan Gusti Kang Murbeng Dumadi, Bhawa DIA lah yang mengatur dan aka memebrikan kebaikan dalam kehidupan kita. Keyakinan bahwa apabila kita menghadapai gelombang kehidupan maka Allah akan memebrikan jalan keluar yang terbaik bagi kita.

2. Sumeleh : artinya Patuh dan Bersandar kepada Allah Yang Maha Esa . Manusia sebagai hamba hanya lah berusaha dan keberhasilannya tergantung Kuasa Tuhan yang maha Esa, maka dengan sumeleh ni manusia di harapkan tak mudah putus asa dan teguh dalam usahanya .

3. Mituhu : artinya patuh taat dan disiplin.

I. Tatanan Paugeraning Urip.

Petuah Kaki semar menenai Tatanan Paugeraning Urip bagi manusia dalam mengisi Kehidupanya di alam fana ini :

1. Eling Lan Bektimarang Gusti Kang Murbeng Dumadi : maksudnya Manusia yang sadar akan dirinya akan selalu mengingat dan memuja Tuhan Yang Maha Esa.dimana Allah yang Esa telah membrikan kesepantan bagi manusia untuk hidup dan berkarya di alam yang Indah ini.

2. “Percoyo lan Bekti Marang Utusane Gusti”: maksudnya Manusia sudah seharusnya menghormati dan mengikuti ajaran para Utusan Allah sesuai dengan ajarannya masing masing, dimana semua konsep para Utusan Allah tersebut adalah menganjurkan kebaikan.

3. “Setyo marang Khalifatullah utowo Penggede Negoto”: maksudnya sebaia manusia yang tingal di suatu wilayah,maka adalah wajar dan wajib untuk menghormati dan mengikuti semua peraturan yang di keluarka pemimpinnya yang baik dan bijaksana.

4. “Bekti marang Bhumi Nusontoro” maksudnya sebagai manusia yang tinggal dan hidup di bumi nusantara ini wajib dan wajar unuk merawat dan memperlaukan bumi ini dengan baik, dimana bumi ini telah memberikan kemakmuran bagi penduduk yang mendiaminya.

5. “Bekti Marang Wong Tuwo” : maksudnya Manusia ini tidak dengan semerta merta ada di dunia ini, tetapi melalui perantara Ibu dan Bapaknya, maka hormatilah,mulyakanlah orang tua yang telah merawat kita .

6. “Bekti Marang sedulur Tuwo” : Maksudnya adalah menghormati saudara yang lebih tua dan lebih mengerti dari pada kita, baik dlama umur,pengetahuan maupun kemampuannya.

7. “Tresno marang kabeh kawulo Mudo” : maksudnya menyayangi kawulo yang lebih muda, memberikan bimbingan dan menularkan pengalaman dan pengetahuan kepada yang muda, dengan harapan yang muda ini akan dapat menjadi generasi pengganti yang tangguh dan bertanggung jawab.

8. “Tresno marang sepepadaning manungso” : maksudnya semua manusia itu sama, hanya membedakan warna kulit dan dan budaya saja. Maka hormatila sesame manusia dimana mereka memiliki harka dan martabat yang sama dengan manusia lainya.
9. “Tresno marang sepepadaning Urip” : maksudnya semua yang di ciptakan Allah adalah mahluk yang ada karena kehendak Allah yang Kuasa.memiliki fungsi masing masing.dengan menghormati semua ciptaan Allah maka kita telah menghargai dan menghormati kepada PENCIPTANYA.

10. “Hormat marang kabeh agomo “ : maksudnya hormatilah semua agama atau aliran dan para penganutnya.
11. “Percoyo marang Hukum Alam” : maksudnya selain Allah menurunkan kehidupan,Allah juga menurunkan Hukum Alam dan menjadi hokum sebab akibat, siapa yang menanam maka dia yang menuai,

12. “Percoyo marang kepribaden dhewe tan owah gingsir” : maksudnya manusia ini rapuh dan hatinya berubah ubah, maka hendaklah menyadarinya dan dapat menepatkan diri di hadapan Allah, agar selalu mendapat lindungan dan rahmat Nya dalam menjalani Hiudp dan kehidupan ini.

Tatanan Paugeraning Urip yang 12 di atas di ringkas menjadi tiga konsep:

1. Hubungan Manusia dengan Allah/Tuhan Yang Maha Esa
2. Hubungan Manusia dengan sesama Manusia
3. Hubungan Manusia dengan Alam Semesta.

Kesemua tatanan di tersebut di atas adalah kaitannya dengan konsep “tatanan Menembah”

1. Sangkan Paraning Dumadi : yaitu Sangkaning Dumadi dan Paraning Dumadi dimana maksudnya adalah agar manusia mengetahui dari mana dia berasal dan mau kemana dia akan kembali.

2. Manunggaling Kawulo lan Gusti : yaitu manunggaling kawulo dengan Gusti adalah dengan melakukan smeua perintahnya, melakukan dan menuruti peraturan peraturan yang di perintakan dengan sbeaik baiknya.

3. Kasedan Jati : yaitu dimana posisi kesadaran manusia sampai kepada tataran sangat menyadari dan telah melakukan atau menjalani kehidupan yang di sebutkan di atas sehingga semua telah menuruti kehendak Allah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan istilah “Hidup sekali dan mati pun sekali “

II. Tuntunan Sikap terhadap Paugeraning Urip

Kaki Semar menuntunkan sikap terhadapt Paugeraning Urip adalah dengan Kata sesanti atau Petuah “OJO DUMEH,ELING LAN WASPODO”karena :

1. “Ojo dumeh, Eling lan waspodo” adalah bekal manusia menghadapi ujian dan perjuangan hidup dan menjadi senjata ampuh untuk menjadi kesatria utama dalam menaklukan dirinyasendiri dan mewujudkan “Roso setyo lan mituhu dumateng Gusti” serta untuk “ Hamemayu Hayuning Bawono”.

2. “Ojo dumeh, Eling lan Waspodo” adalah sebagai penyeimbang, sehingga pada kondisi maupun situasi apapun manusia akan selamat”Rahayu”, tidak mudah panic dalam setiap pemecahan masalah yang di hadapinya.

3. “ojo dumeh, Eling lan Waspodo”sebagai sarana pencegahan terhadap kecerobohan dan kelalaian yang sering manusia lakukan, karena telah menyadari dan memahami serta mentaati semua kaidah Agama, Budi pekerti, maupun aturan aturan manusia lainnya.

OJO DUMEH yang maksudnya “Jangan Mentang Mentang” adalah suatuperingatan agar manusia tidak larut dengan pa ayang di miliki atau di jalaninya, sehingga cendrung menjalani keputusan hidup yang negatip seperti :

1. Mentang mentang kaya, maka kita menjadi sombong dan merasa semua dapat di beli dengan uang,
2. Mentang menatng Miskin, maka kita menjadi putus asa dan mengakibatkan kita mengumpat sana sini kepada yang kaya..


Siapa yang “mentang mentang” maka suatau saat akan menjadi sebagaimana dalma pribahasa Jawa :
1. Sopo sing Dumeh bakal keweleh
2. Sopo sing adigang bakal keplanggrang
3. Sopo sing Adigung bakal kecemplung
4. Sopo sing Adiguno bakal ciloko
5. Sopo sing Becik bakal ketitik
6. Sopo sing salah bakal seleh
7. Sopo sing Temen bakal Tinemu

Eling Lan Waspodo maksudnya Ingat dan Waspada.

Ingat yang dijalani adalah inget dalam kaitan Menembah kepada Tuhan, ingat akan karunianya, Rahmanya,Nikmatnya , selalu ingat akan kesalahan kita kepada Tuhan, pelanggaran yang kita lakukan dan meminta ampunan kepada Nya. Dengan demikian akan lahirlah Budi perkerti yang luhur sehingga Eling ini akan melahirkan kepedulain kepada manusia dan lingkungan sekitarnya.

Waspodo/Waspada adalah bentuk ke hati-hatian manusia dalam menjalankan hidup, teliti dan mengakibatkan kita menjadi Wara dalam memilih dalam keputusan kita sehari hari. Berhati-hati dalam semua sikap dan tingkah laku. Mana yang merupakan perintah dan mana yang merupakan larangan akan menjadi terang dan jelas bagi kita.sehinga kta akan selamat dalam perjalanan hidup ini.

Ojo Dumeh,Eling lan Waspodo merupakan satu kesatuan yang dipahami secara utuh, sehingga manusia di harapkan menjadi Pasrah dan Yakin Kepada Kekuasaan Tuhan serta menjadi bijaksana,sederhana dan hati hati. Manusia menjadi “Bisa Merasa.” Bukan ”Merasa Bisa.”

Dengan “Ojo Dumeh,Eling lan Waspodo”, maka dalam bahasa Jawa disebutkan ..
1. Ono Luwih,Luwih soko Ono
2. Kang Kebak,Luwih dening kebak
3. Kang suwung,Luwih dening Suwung
4. Kang Pinter, Luwih dening Pinter
5. Kang Sugih, Luwih dening Sugih..

kita sebagai manusia bisa meniru lelakuning hidup dari semar yaitu ' 
hong wilaheng jati awiguno mastuhu bawono langgeng untuk para pengikut kaki semar: 
1. Jika orang bikin kita susah, anggaplah itu adalah tumpukan rejeki. 
2. Mulai hari ini, belajarlah setiap hari menyenangkan orang lain. 
3. Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah Bahagia. 
4. Lari dan berlarilah yang cepat untuk mengejar hari esok. 
5. Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini. 
6. Setiap kali kalau ada orang memberi kamu satu, kamu harus mengembalikannya sepuluh kali lipat 
7. Nilailah kebaikan orang lain terhadap kamu, tetapi hapuskanlah semua jasa yang pernah kamu berikan kepada orang lain. 
8. Dalam keadaan benar kamu di fitnah, di persalahkan, di hukum maka kamu akan mendapatkan pahala. 
9. Dalam keadaan salah kamu di puji dan di benarkan, itu merupakan hukuman. 
10. Orang yang benar kita bela, tetapi yang salah kita beri nasehat. 
11. Jika perbuatan kamu benar, kamu di fitnah dan di persalahkan, tetapi kamu menerimanya, maka akan datang rezeki kepadamu yang berlimpah-limpah. 
12. Jangan selalu melihat/mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran. 
13. Orang yang baik di ajak bergaul, tetapi orang yang jahat di kasihani. 
14. Kalau wajahmu senyum, hati pasti senang, pasti kamu akan Aku terima. 
15. Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa. 
16. Saling salah - menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan. 
17. Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai di ketahui bahwa kamu sebagai penolongnya. 
18. Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang di belakangnya, sebab kamu akan di nilai jelek oleh si pendengar. 
19. Kalau kamu mengetahui orang itu berbuat salah, maka tegurlah langsung dengan kata-kata yang lemah lembu hingga orang itu menjadi lebih insaf.

Legenda Gunung Merapi

Selasa, 11 Juni 2013

Legenda Gunung Merapi

http://newsimg.bbc.co.uk/media/images/41912000/jpg/_41912464_lavaap.jpg

Salah satu gunung berapi yang paling terkenal di Jawa adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi yang terletak di daerah Yogyakarta tersebut dikenal sebagai salah satu gunung berapi yang paling aktif di Pulau Jawa. Banyak yang percaya bahwa letusan Gunung Merapi tersebut berhubungan dengan makhluk halus yang menghuni di sana.

Menurut cerita, Gunung Merapi yang kita kenal sekarang ini, sebenarnya adalah Gunung Jamurdipo. Dahulu kala, saat Pulau Jawa diciptakan, Pulau Jawa sempat miring karena letak Gunung Jamurdipo yang berada di ujung barat Pulau Jawa. Untuk menyeimbangkan Pulau Jawa, Dewa Krincingwesi berinisiatif memindahkan gunung Jamurdipo tersebut tepat ke tengah-tengah pulau Jawa.

Di saat yang bersamaan, ternyata di tengah-tengah Pulau Jawa terdapat dua empu yang ternyata kakak beradik dan sedang membuat keris. Mereka adalah Empu Rama dan Permadi. Kedua empu tersebut diperingatkan oleh Dewa untuk pindah, namun keduanya tetap bersikeras dan tidak mau beranjak dari tempatnya. Hingga akhirnya Dewa murka dan Gunung Jamurdipo pun diangkat lalu dijatuhkan tepat di tempat kedua empu tersebut membuat keris.

Kedua empu tersebut akhirnya meninggal terpendam di bawah Gunung Jamurdipo. Agar arwah kedua empu tersebut tidak murka dan membalas dendam, maka masyarakat di sekitar Gunung Jamurdipo memberikan sesajen pada waktu-waktu tertentu. Gunung Jamurdipo pun diubah namanya menjadi Gunung Merapi yang artinya tempat perapian kedua empu, yaitu: Empu Rama dan Permadi. Menurut legenda, arwah kedua empu tersebut menguasai seluruh golongan makhluk halus yang mendiami Gunung Merapi tersebut.

Misteri gunung berapi di Pulau Jawa sangat dipercaya oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, gunung tersebut mengandung kekuatan tersendiri. Menurut mereka, beragam jenis makhluk halus tinggal di sekitar Gunung Merapi tersebut.

Pada masa kerajaan Mataram, Gunung Merapi dipercaya pernah membantu perang antara kerajaan Mataram dan Pajang. Konon kabarnya, kerajaan Mataram berhasil memperoleh kemenangan karena bantuan dari penguasa Gunung Merapi. Pada saat perang tersebut, Gunung Merapi meletus sehingga seluruh pasukan Pajang tewas seketika dan tak bersisa. Namun ,akibat dari letusan itu bangunan-bangunan kerajaan Mataram juga ikut menjadi korban,seperti contoh penemuan-penemuan candi disekitaran Yogyakarta yang banyak terkubur oleh material vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. Selain itu menurut sejarah perkembangan merapi, Gunung Merapi juga pernah membelah dan menenggelamkan pulau jawa,sehingga menimbukan banyak korban. Hal ini juga diperkuat oleh adanya penemuan-penemuan batu karang yang biasaya ada dilaut terdapat disekitaran Gunung Merapi.

Setelah letusan terbesar merapi yang konon pernah menenggelamkan pulau jawa dan menjadikan kerajaan Mataram berpindah. Kini Gunung Merapi mulai dihuni oleh masyarakat lagi disekitaran kaki Gunung. Namun, letusan merapi pada thun 2010 lalu juga mengakibatkan rumah-rumah disekitaran gung merapi ikut terkubur oleh material vulkanik.

Pada letusan tahun 2010 itu masyarakat disekitaran Yogyakarta menghubungkan Gunung Merapi kehal-hal mistis pula. Ada beberapa versi cerita yang membahas tentang letusan Merapi dan menyangkut pautkan ke hal mistis. Ada yang mengatakan bahwa sedang terjadi perang gaib antara penguasa merapi dan laut selatan. Dan para korban-korban meninggal karena letusan gunung merapi konon dijadikan prajurit untuk melawan pasukan dari pantai selatan.

Ada juga orang yang mengatakan Gunung Merapi sedang mempunyai hajat dengan penguasa pantai selatan, sehingga lahar ataupun debu vulkanik dianggap kiriman (dalam bahasa Jawa disebut “bancakan”) dan berusaha mencapai pantai selatan.

Selain itumasyarakat mengganggap bahwa kisah Merapi dan juga Pantai Selatan masih erat kaitanya dengan Kraton Yogyakarta yang juga masih berbau mistis.

215 Ramalan Jayabaya

215 Ramalan Jayabaya

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipr5JjaLuzE9cFSGDTBC8mfpBwKLGLJYyfwB-lFB0Gx4gcQT254nvOzRW3q6zMR0yNwWaeJ0H0TpP_8oNJdonhNULA4yawW7AvhWJRWVPepRManWXaMleNT-GIc3uidao2cfXvGG4UHro/s1600/jayabaya1.jpg

Ramalan Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa.

Maharaja Jayabaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
  1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran — Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
  2. Tanah Jawa kalungan wesi — Pulau Jawa berkalung besi.
  3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang — Perahu berlayar di ruang angkasa.
  4. Kali ilang kedhunge — Sungai kehilangan lubuk.
  5. Pasar ilang kumandhang — Pasar kehilangan suara.
  6. Iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak — Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
  7. Bumi saya suwe saya mengkeret — Bumi semakin lama semakin mengerut.
  8. Sekilan bumi dipajeki — Sejengkal tanah dikenai pajak.
  9. Jaran doyan mangan sambel — Kuda suka makan sambal.
  10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang — Orang perempuan berpakaian lelaki.
  11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman— Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
  12. Akeh janji ora ditetepi — Banyak janji tidak ditepati.
  13. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe— Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
  14. Manungsa padha seneng nyalah— Orang-orang saling lempar kesalahan.
  15. Ora ngendahake hukum Allah— Tak peduli akan hukum Allah.
  16. Barang jahat diangkat-angkat— Yang jahat dijunjung-junjung.
  17. Barang suci dibenci— Yang suci (justru) dibenci.
  18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit— Banyak orang hanya mementingkan uang.
  19. Lali kamanungsan— Lupa jati kemanusiaan.
  20. Lali kabecikan— Lupa hikmah kebaikan.
  21. Lali sanak lali kadang— Lupa sanak lupa saudara.
  22. Akeh bapa lali anak— Banyak ayah lupa anak.
  23. Akeh anak wani nglawan ibu— Banyak anak berani melawan ibu.
  24. Nantang bapa— Menantang ayah.
  25. Sedulur padha cidra— Saudara dan saudara saling khianat.
  26. Kulawarga padha curiga— Keluarga saling curiga.
  27. Kanca dadi mungsuh — Kawan menjadi lawan.
  28. Akeh manungsa lali asale — Banyak orang lupa asal-usul.
  29. Ukuman Ratu ora adil — Hukuman Raja tidak adil
  30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil— Banyak pejabat jahat dan ganjil
  31. Akeh kelakuan sing ganjil — Banyak ulah-tabiat ganjil
  32. Wong apik-apik padha kapencil — Orang yang baik justru tersisih.
  33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin — Banyak orang kerja halal justru malu.
  34. Luwih utama ngapusi — Lebih mengutamakan menipu.
  35. Wegah nyambut gawe — Malas menunaikan kerja.
  36. Kepingin urip mewah — Inginnya hidup mewah.
  37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka — Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
  38. Wong bener thenger-thenger — Si benar termangu-mangu.
  39. Wong salah bungah — Si salah gembira ria.
  40. Wong apik ditampik-tampik— Si baik ditolak ditampik.
  41. Wong jahat munggah pangkat— Si jahat naik pangkat.
  42. Wong agung kasinggung— Yang mulia dilecehkan
  43. Wong ala kapuja— Yang jahat dipuji-puji.
  44. Wong wadon ilang kawirangane— perempuan hilang malu.
  45. Wong lanang ilang kaprawirane— Laki-laki hilang perwira/kejantanan
  46. Akeh wong lanang ora duwe bojo— Banyak laki-laki tak mau beristri.
  47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone— Banyak perempuan ingkar pada suami.
  48. Akeh ibu padha ngedol anake— Banyak ibu menjual anak.
  49. Akeh wong wadon ngedol awake— Banyak perempuan menjual diri.
  50. Akeh wong ijol bebojo— Banyak orang tukar pasangan.
  51. Wong wadon nunggang jaran— Perempuan menunggang kuda.
  52. Wong lanang linggih plangki— Laki-laki naik tandu.
  53. Randha seuang loro— Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
  54. Prawan seaga lima— Lima perawan lima picis.
  55. Dhudha pincang laku sembilan uang— Duda pincang laku sembilan uang.
  56. Akeh wong ngedol ngelmu— Banyak orang berdagang ilmu.
  57. Akeh wong ngaku-aku— Banyak orang mengaku diri.
  58. Njabane putih njerone dhadhu— Di luar putih di dalam jingga.
  59. Ngakune suci, nanging sucine palsu— Mengaku suci, tapi palsu belaka.
  60. Akeh bujuk akeh lojo— Banyak tipu banyak muslihat.
  61. Akeh udan salah mangsa— Banyak hujan salah musim.
  62. Akeh prawan tuwa— Banyak perawan tua.
  63. Akeh randha nglairake anak— Banyak janda melahirkan bayi.
  64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne— Banyak anak lahir mencari bapaknya.
  65. Agama akeh sing nantang— Agama banyak ditentang.
  66. Prikamanungsan saya ilang— Perikemanusiaan semakin hilang.
  67. Omah suci dibenci— Rumah suci dijauhi.
  68. Omah ala saya dipuja— Rumah maksiat makin dipuja.
  69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi— Di mana-mana perempuan lacur
  70. Akeh laknat— Banyak kutukan
  71. Akeh pengkianat— Banyak pengkhianat.
  72. Anak mangan bapak—Anak makan bapak.
  73. Sedulur mangan sedulur—Saudara makan saudara.
  74. Kanca dadi mungsuh—Kawan menjadi lawan.
  75. Guru disatru—Guru dimusuhi.
  76. Tangga padha curiga—Tetangga saling curiga.
  77. Kana-kene saya angkara murka — Angkara murka semakin menjadi-jadi.
  78. Sing weruh kebubuhan—Barangsiapa tahu terkena beban.
  79. Sing ora weruh ketutuh—Sedang yang tak tahu disalahkan.
  80. Besuk yen ana peperangan—Kelak jika terjadi perang.
  81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor—Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
  82. Akeh wong becik saya sengsara— Banyak orang baik makin sengsara.
  83. Wong jahat saya seneng— Sedang yang jahat makin bahagia.
  84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul— Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
  85. Wong salah dianggep bener—Orang salah dipandang benar.
  86. Pengkhianat nikmat—Pengkhianat nikmat.
  87. Durjana saya sempurna— Durjana semakin sempurna.
  88. Wong jahat munggah pangkat— Orang jahat naik pangkat.
  89. Wong lugu kebelenggu— Orang yang lugu dibelenggu.
  90. Wong mulya dikunjara— Orang yang mulia dipenjara.
  91. Sing curang garang— Yang curang berkuasa.
  92. Sing jujur kojur— Yang jujur sengsara.
  93. Pedagang akeh sing keplarang— Pedagang banyak yang tenggelam.
  94. Wong main akeh sing ndadi—Penjudi banyak merajalela.
  95. Akeh barang haram—Banyak barang haram.
  96. Akeh anak haram—Banyak anak haram.
  97. Wong wadon nglamar wong lanang—Perempuan melamar laki-laki.
  98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe—Laki-laki memperhina derajat sendiri.
  99. Akeh barang-barang mlebu luang—Banyak barang terbuang-buang.
  100. Akeh wong kaliren lan wuda—Banyak orang lapar dan telanjang.
  101. Wong tuku ngglenik sing dodol—Pembeli membujuk penjual.
  102. Sing dodol akal okol—Si penjual bermain siasat.
  103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri—Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
  104. Sing kebat kliwat—Siapa tangkas lepas.
  105. Sing telah sambat—Siapa terlanjur menggerutu.
  106. Sing gedhe kesasar—Si besar tersasar.
  107. Sing cilik kepleset—Si kecil terpeleset.
  108. Sing anggak ketunggak—Si congkak terbentur.
  109. Sing wedi mati—Si takut mati.
  110. Sing nekat mbrekat—Si nekat mendapat berkat.
  111. Sing jerih ketindhih—Si hati kecil tertindih
  112. Sing ngawur makmur—Yang ngawur makmur
  113. Sing ngati-ati ngrintih—Yang berhati-hati merintih.
  114. Sing ngedan keduman—Yang main gila menerima bagian.
  115. Sing waras nggagas—Yang sehat pikiran berpikir.
  116. Wong tani ditaleni—Si tani diikat.
  117. Wong dora ura-ura—Si bohong menyanyi-nyanyi
  118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane—Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
  119. Bupati dadi rakyat—Pegawai tinggi menjadi rakyat.
  120. Wong cilik dadi priyayi—Rakyat kecil jadi priyayi.
  121. Sing mendele dadi gedhe—Yang curang jadi besar.
  122. Sing jujur kojur—Yang jujur celaka.
  123. Akeh omah ing ndhuwur jaran—Banyak rumah di punggung kuda.
  124. Wong mangan wong—Orang makan sesamanya.
  125. Anak lali bapak—Anak lupa bapa.
  126. Wong tuwa lali tuwane—Orang tua lupa ketuaan mereka.
  127. Pedagang adol barang saya laris—Jualan pedagang semakin laris.
  128. Bandhane saya ludhes—Namun harta mereka makin habis.
  129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan—Banyak orang mati lapar di samping makanan.
  130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara—Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
  131. Sing edan bisa dandan—Yang gila bisa bersolek.
  132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong—Si bengkok membangun mahligai.
  133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil—Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
  134. Ana peperangan ing njero—Terjadi perang di dalam.
  135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham—Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
  136. Durjana saya ngambra-ambra—Kejahatan makin merajalela.
  137. Penjahat saya tambah—Penjahat makin banyak.
  138. Wong apik saya sengsara—Yang baik makin sengsara.
  139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan—Banyak orang mati karena perang.
  140. Kebingungan lan kobongan—Karena bingung dan kebakaran.
  141. Wong bener saya thenger-thenger—Si benar makin tertegun.
  142. Wong salah saya bungah-bungah—Si salah makin sorak sorai.
  143. Akeh bandha musna ora karuan lungane—Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe Banyak harta hilang entah ke mana, Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
  144. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram—Banyak barang haram, banyak anak haram.
  145. Bejane sing lali, bejane sing eling—Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
  146. Nanging sauntung-untunge sing lali—Tapi betapapun beruntung si lupa.
  147. Isih untung sing waspada—Masih lebih beruntung si waspada.
  148. Angkara murka saya ndadi—Angkara murka semakin menjadi.
  149. Kana-kene saya bingung—Di sana-sini makin bingung.
  150. Pedagang akeh alangane—Pedagang banyak rintangan.
  151. Akeh buruh nantang juragan—Banyak buruh melawan majikan.
  152. Juragan dadi umpan—Majikan menjadi umpan.
  153. Sing suwarane seru oleh pengaruh—Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
  154. Wong pinter diingar-ingar—Si pandai direcoki.
  155. Wong ala diuja—Si jahat dimanjakan.
  156. Wong ngerti mangan ati—Orang yang mengerti makan hati.
  157. Bandha dadi memala—Hartabenda menjadi penyakit
  158. Pangkat dadi pemikat—Pangkat menjadi pemukau.
  159. Sing sawenang-wenang rumangsa menang — Yang sewenang-wenang merasa menang
  160. Sing ngalah rumangsa kabeh salah—Yang mengalah merasa serba salah.
  161. Ana Bupati saka wong sing asor imane—Ada raja berasal orang beriman rendah.
  162. Patihe kepala judhi—Maha menterinya benggol judi
  163. Wong sing atine suci dibenci—Yang berhati suci dibenci
  164. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat—Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
  165. Pemerasan saya ndadra—Pemerasan merajalela.
  166. Maling lungguh wetenge mblenduk — Pencuri duduk berperut gendut.
  167. Pitik angrem saduwure pikulan—Ayam mengeram di atas pikulan.
  168. Maling wani nantang sing duwe omah—Pencuri menantang si empunya rumah.
  169. Begal pada ndhugal—Penyamun semakin kurang ajar.
  170. Rampok padha keplok-keplok—Perampok semua bersorak-sorai.
  171. Wong momong mitenah sing diemong—Si pengasuh memfitnah yang diasuh
  172. Wong jaga nyolong sing dijaga—Si penjaga mencuri yang dijaga.
  173. Wong njamin njaluk dijamin—Si penjamin minta dijamin.
  174. Akeh wong mendem donga—Banyak orang mabuk doa.
  175. Kana-kene rebutan unggul—Di mana-mana berebut menang.
  176. Angkara murka ngombro-ombro—Angkara murka menjadi-jadi.
  177. Agama ditantang—Agama ditantang.
  178. Akeh wong angkara murka—Banyak orang angkara murka.
  179. Nggedhekake duraka—Membesar-besarkan durhaka.
  180. Ukum agama dilanggar—Hukum agama dilanggar.
  181. Prikamanungsan di-iles-iles—Perikemanusiaan diinjak-injak.
  182. Kasusilan ditinggal—Tata susila diabaikan
  183. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi—Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
  184. Wong cilik akeh sing kepencil—Rakyat kecil banyak tersingkir.
  185. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil—Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
  186. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit—Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
  187. Lan duwe prajurit—Dan punya prajurit.
  188. Negarane ambane saprawolon—Lebar negeri seperdelapan dunia.
  189. Tukang mangan suap saya ndadra—Pemakan suap semakin merajalela.
  190. Wong jahat ditampa—Orang jahat diterima.
  191. Wong suci dibenci—Orang suci dibenci.
  192. Timah dianggep perak—Timah dianggap perak.
  193. Emas diarani tembaga—Emas dibilang tembaga
  194. Dandang dikandakake kuntul—Gagak disebut bangau.
  195. Wong dosa sentosa—Orang berdosa sentosa.
  196. Wong cilik disalahake—Rakyat jelata dipersalahkan.
  197. Wong nganggur kesungkur—Si penganggur tersungkur.
  198. Wong sregep krungkep—Si tekun terjerembab.
  199. Wong nyengit kesengit—Orang busuk hati dibenci.
  200. Buruh mangluh—Buruh menangis.
  201. Wong sugih krasa wedi—Orang kaya ketakutan.
  202. Wong wedi dadi priyayi—Orang takut jadi priyayi.
  203. Senenge wong jahat—Berbahagialah si jahat.
  204. Susahe wong cilik—Bersusahlah rakyat kecil.
  205. Akeh wong dakwa dinakwa—Banyak orang saling tuduh.
  206. Tindake manungsa saya kuciwa—Ulah manusia semakin tercela.
  207. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi—Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
  208. Wong Jawa kari separo—Orang Jawa tinggal separo.
  209. Landa-Cina kari sejodho — Belanda-Cina tinggal sepasang.
  210. Akeh wong ijir, akeh wong cethil—Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
  211. Sing eman ora keduman—Si hemat tidak mendapat bagian.
  212. Sing keduman ora eman—Yang mendapat bagian tidak berhemat.
  213. Akeh wong mbambung—Banyak orang berulah dungu.
  214. Akeh wong limbung—Banyak orang limbung.
  215. Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka—Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.

Perjanjian Sabdapalon-Syeh Subakir

Perjanjian Sabdopalon - Syeh Subakir

 

Konon ada semacam perjanjian antara Sabdopalon sebagai Pamomong (Danyang Gaib) Tanah Jawa dengan Syeh Subakir sebagai penyebar Agama Islam generasi awal di Jawa ini. Tersebutlah kisah tersebut dalam tulisan lontar kuno. Lontar tersebut diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajad atau setidak - tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.
Cerita tentang kisah ini pernah dipentaskan sebagai lakon wayang kulit bergenre wayang songsong (wayang kulit yang berisi cerita hikayat dan legenda Jawa) yang digelar di Desa Drajad, Paciran, Lamongan ( sebuah desa tempat situs Sunan Drajad ).
Kisah diawali dengan adanya persidangan di Istana Kesultanan Turki Utsmania di Istambul yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad I. Persidangan kali ini membahas mimpi Sang Sultan. Menurut Sultan Muhammad, beliu bermimpi mendapat perintah untuk menyebarkan dakwah islamiah ke Tanah Jawa. Adapun mubalighnya haruslah berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan.
Maka dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu. Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai spesifikasi keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara, ahli perubatan, ahli tumbal, dll. Titah dari Baginda Sultan Muhammad kepada mereka adalah perintah untuk mendatangi Tanah Jawa dengan tugas khusus yaitu penyebaran Agama Islam.
Dibawah ini adalah dialog antara Sabdopalon dengan Syeh Subakir yang terjadi di atas Gunung Tidar. Syeh Subakir adalah salah satu ulama yang diutus Sultan Muhammad untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa ini. Adapun keahlian Syeh Subakir adalah dalam bidang membuat danmemasang tumbal. Dialog yang penulis turunkan ini adalah dialog versi imaginer yang penulis olah dari hikayat tersebut dengan bahasa penulis sendiri.

Syeh Subakir : Kisanak, siapakah kisanak ini, tolong jelaskan.

Sabdopalon : Aku ini Sabdopalon, pamomong (penggembala) Tanah Jawa sejak jaman dahulu kala. Bahkan sejak jaman kadewatan (para dewa) akulah pamomong para kesatria leluhur. Dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati, lalu dikenal sebagai Ki Lurah Semar Bodronoyo dan sekarang jaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdopalon.

Syeh Subakir : Oh, berarti Kisanak ini adalah Danyang (Penguasa) Tanah Jawa ini. Perkenalkan Kisanak, namaku adalah Syeh Subakir berasal dari Tanah Syam Persia.

Sabdopalon : Ada hajad apa gerangan Jengandiko (Anda) rawuh (datang) di Tanah Jawa ini ?

Syeh Subakir : Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di Negeri Istambul untuk datang ke Tanah Jawa ini. Saya tiadalah datang sendiri. Kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan.

Sabdopalon : Ceritakanlah selengkapnya Kisanak. Supaya aku tahu duduk permasalahannya.

Syeh Subakir : Baiklah. Pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima wisik (ilham). Wisik dari Hyang Akaryo Jagad, Gusti Allah Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang ‘alim ke Tanah Jawa ini. Yang dimaksud orang ‘alim ini adalah sebangsa pendita, brahmana dan resi di Tanah Hindu. Pada bahasa kami disebut ‘Ulama.

Sabdopalon : Jadi Jengandiko ini termasuk ngulama itu tadi ?

Syeh Subakir : Ya, saya salah satu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim kemari adalah untuk menyebarkan wewarah suci (ajaran suci), amedar agama suci. Yaitu Islam.

Sabdopalon : Bukankah Kisanak tahu bahwa di Tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan Buda yang berasal dari Tanah Hindu ? Buat apa lagi Kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?

Syeh Subakir : Biarkan kawulo dasih (rakyat) yang memilih keyakinannya sendiri. Bukuankah Kisanak sendiri sebagai Danyangnya Tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa ini, disinipun sudah ada kapitayan (kepercayaan) ? Kapitayan atau ‘ajaran’ asli Tanah Jawa yang berupa ajaran Budhi ?

Sabdopalon : Ya, rupanya Kisanak sudah menyelidiki kawulo Jowo disini. Memang disini sejak jaman sebelum ada agama Hindu dan Budha, sudah ada ‘kapitayan’ asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di Nusantara ini.

Syeh Subakir : Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di Tanah Jawa ini.

Sabdopalon : Secara ringkas Kepercayaan Jawa begini. Manusia Jawa sejak dari jaman para leluhur dahulu kala meyakini ada Sang Maha Kuasa yang bersifat ‘tan keno kinoyo ngopo’, tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Bawono Agung dan Bawono Alit. Jagad besar dan jagad kecil. Alam semesta dan ‘alam manusia’. Wong Jowo meyakini bahwa Dia Yang Maha Kuasa ini dekat. Juga dekat dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas asih.
Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada. Karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya mempunyai sukma. Sukma ini adalah sebagai ‘wakil’ dari Dia Yang Maha Kuasa itu.
Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta, mereka lambangkan dengan tempat yang suwung. Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi SANG MAHA ADA. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut Sanggar Pamujan. Di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong (tempat atau kamar kosong) untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa dimana ada tempat suwung disitu ada Yang Maha Berkuasa.

Syeh Subakir : Nah itulah juga yang menjadi ajaran agama yang kami bawa. Untuk memberi ageman (pegangan atau pakaian) yang menegaskan itu semua. Bahwa sejatinya dibalik semua yang maujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi Pencipta, Pengatur dan Pengayom alam semesta. Wujud tunggal ini dalam bahasa Arab disebut Al Ahad. Dia maha dekat kepada manusia, bahkan lebih dekat Dia daripada urat leher manusianya sendiri. Ajaran agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan welas asih kepada alam gumebyar, kepada sesama sesama titah atau makhluk.
Lihatlah Sang Danyang, betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara. Rakyat kelaparan. Perampokan dan penindasan ada dimana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.

Sabdopalon : Aku juga sedih sebenarnya memikirkan rakyatku. Tatanan sudah bubrah. Para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka salin sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi. Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak. Orang kecil salang tunjang (bersusah payah) mencari pegangan. Jaman benar-benar jaman edan.

Syeh Subakir : Karena itulah mungkin Sang Maha Jawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. Jadi, wahai Sang Danyang Tanah Jawa, ijinkanlah kami menebarkan wewarah suci ini di wewengkon (wilayah) kekuasaanmu ini.

Sabdopalon : Baiklah jika begitu. Tapi dengan syarat -syarat yang harus kalian patuhi.

Syeh Subakir : Apa syaratnya itu wahai Sang Danyang Tanah Jawa ?

Sabdopalon : Pertama, Jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan. Kedua, Jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ngibadah, buatlah yang wangun (bangunan) luarnya nampak cakrak (gaya) Hindu Jawa walau isi dalamannya Islam. Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran. Maksud campuran adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam. Jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu. Keempat, jangan jadikan Wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau Parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama setahu saya adalah dharma, yaitu lelaku hidup atau budi pekerti. Hati-hati jika sampai Orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang budi pekertinya yang adiluhung maka aku akan datang lagi. Ingat itu. Lima ratus tahun lagi jika syarat - syarat ini kau abaikan aku akan muncul membuat goro-goro.

Syeh Subakir : Baiklah. Syarat pertama sampai keempat aku setujui. Namun khusus syarat keempat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini. Namu jika suatu saat kelak karena perkembangan jaman dan ada perubahan maka tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. Biarlah Gusti Kang Akaryo Jagad yang menentukannya.